Pak Adhit (kedua dari kiri) saat home visit ke Gibran

Pembicaraan sedang asyik-asyiknya. Namun, saya harus realistis. Mobil Yayasan sudah datang. Guru kelas 2 sudah ditunggu. Sabtu (02/03/2024) itu guru kelas 2 hendak melaksanakan home visit. Dibarengkan dengan guru PAUD Islam Hidayatullah.  Guru PAUD juga hendak melakukan home visit. Tujuannya berdekatan. Maka, guru PAUD dan guru kelas 2 berangkat bersama. Memakai mobil Yayasan.

Saya merasa eman. Tapi jika saya lanjutkan, saya juga tidak enak dengan guru PAUD. Saya harus cari solusi. Harus dapat secepatnya. Atau saya yang harus menata diri, merelakan pembicaraan yang sangat berharga bagi saya terlepas begitu saja.

Alhamdulillah, saya merasa dimudahkan. Sasaran utama pembicaraan saya bukan guru kelas 2. Jadi, tidak mengapa rapat pagi itu saya hentikan. Namun, saya akan teruskan dengan pembicaraan nonformal bersama guru terkait.

Rapat saya akhiri. Guru kelas 2 keluar dari ruang rapat. Saat itu rapat menempati ruang kelas 2. Biasanya saya lebih sering menggunakan ruang kelas 1. Namun, Sabtu itu karpet kelas 1 sedang dicuci.

Walau rapat sudah saya akhiri, saya memang sengaja tetap duduk di tempat. Sebagian teman-teman keluar ruang, tetapi sebagian lainnya masih di tempat. Dan saya tidak membiarkan kesempatan itu. Saya segera lanjutkan pembicaraan. Ada Bu Wiwik dan Pak Adhit di sebelah saya.

Kami bertiga membicarakan segala hal tentang Sekolah. Memikirkan pengembangan Sekolah. Sebatas kemampuan pemikiran kami.

Pak Adhit lulusan Pondok Gontor. Saya belajar banyak dari berbagai penuturan beliau tentang Gontor. Pola-pola pendidikan yang beliau alami sering jadi bahan diskusi kami.

“Ustaz Adhit ini semangat sekali, Pak,” lapor Bu Wiwik.

“Oh, ya?”

“Iya, Pak. Kemarin Ustaz Adhit paling gasik mengisi jurnal pelajaran untuk pekan depan.”

“Alhamdulillah.”

Oleh Bu Wiwik, jurnal pelajaran untuk para guru dibikin sesimpel mungkin. Dan yang terpenting: fungsional. Itu ikhtiar Bu Wiwik untuk menghindari jebakan administratif yang tidak bermakna. Tiap Sabtu para guru diminta untuk mengisi jurnal pekan berikutnya.

“Sebelum itu, Ustaz Adhit juga sudah merampungkan catatan anekdot anak-anak,” imbuh Bu Wiwik.

“Alhamdulillah. Terima kasih, Pak Adhit. Saya mengapresiasi kerja keras Pak Adhit.”

Pak Adhit tersipu. Tidak membantah. Artinya, Pak Adhit mengonfirmasi, apa yang disampaikan Bu Wiwik benar adanya.

Baca juga: Guru Hebat

Pagi itu saya mendapat suntikan semangat dari teman-teman guru. Saya merasakan, tindakan teman-teman begitu nyata mengirim pesan “saling menyemangati”. Alhamdulillah, semoga terus istikamah dan terinduksi kepada orang-orang di sekitarnya. (A1)

Bagikan:
11 thoughts on “Saling Menyemangati”
  1. Memberi semangat ke sesama rekan kerja merupakan salah satu contoh bentuk kepedulian dan dukungan kerja. Hal ini sangat bermanfaat salah satunya memberikan memberikan pembimbingan yang dapat dijadikan perbaikan jika ada kesalahan

  2. Benar, dukungan sesama partner kerja terkadang membawa kita dalam suatu pekerjaan yang menyenangkan. Jika salah seorang sangat antusias dan bersemangat, biasanya akan tertular kepada yang lainnya. Semua pekerjaan menjadi senang dijalankan.

  3. Bismillah…
    Semoga Allah sensntiasa meridai ikhtiar kita. Aamiin…

Comments are closed.

Scan the code