Niki sudah selesai atau pripun, Pak Eko?” tanya saya.

“Lanjut di ruang meeting lantai 2.”

“Saya ikut napa mboten?”

“Ikut,” tegas Pak Eko.

Sebetulnya saya bermaksud tahu diri. Ini forum para “pejabat tinggi”. Saya merasa tidak pantas mengikutinya. Namun, karena ada dhawuh maka saya pun mengikutinya. Bukan karena merasa pantas, melainkan karena semata ngestokaken dhawuh. Hanya saja, saya sudah mengikutinya sejak pukul 13.00 hingga pukul 15.30. Maka, tanpa canggung, setelah jemaah Asar, saya menanyakan kepada Pak Eko—Direktur LPI Hidayatullah—tentang keikutsertaan saya di acara berikutnya.

Memang saya sempat berharap, Pak Eko mempersilakan saya pulang. Harapan ini bukan tanpa alasan. Bermula dari saya merasa tidak pantas, saya pun menjalaninya dengan kurang nyaman. Makin tidak nyaman setelah saya tahu para tamu adalah pengusaha yang masing-masing memiliki lembaga pendidikan.

“Beliau-beliau ini owner lembaga pendidikan, lha saya? Cuma karyawan,” batin saya.

Sebenarnya, di sisi lain saya merasa mendapat penghormatan luar biasa. Mendapat kesempatan mendampingi Habib Hasan Toha menerima tamu. Tamunya tidak main-main. Para owner lembaga pendidikan. Namun, kenyataannya, saya merasa minder.

Jadi, pertanyaan saya setelah jemaah Asar itu sebetulnya wujud saya memohon izin untuk mencukupkan diri. Sangat besar harapan saya: Pak Eko menjawab, “Silakan jika hendak pulang.” Namun, putus sudah harapan itu.

Benar kata Pak Teguh dan Bu Wiwik, lebih baik mengenolkan ekspektasi. Jadi, tak perlu mengalami putus harapan.

Saya sudah mendapat jawaban dari Pak Eko. Saya masih harus bersabar dengan keadaan ini.

Saya bergegas menuju ruang meeting. Di dalam ruangan, Habib Hasan Toha sudah duduk melingkar bersama para tamu. Di sebelah kiri Habib Hasan, ada Habib Umar Toha, Habib Edrus bin Tohir, dan Habib Muhammad bin Hasan. Disusul Pak Aris, saya, Pak Adi, dan Pak Eko.

Tamu pada Rabu (06/03/2024) sore itu ada enam orang. Ups, menyusul lagi tiga orang. Jadi, ada sembilan orang. Para tamu itu dari Formaqin—Forum Ma’ahid Qur’an Indonesia. Saat ini Formaqin dipimpin oleh Ustaz Syihabuddin Abdul Mu’iz, Al-Hafiz. Beliau juga sekaligus Direktur Ma’had Isy Karima, Karanganyar. Formaqin beranggotakan 200 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Walau terlambat, Ustaz Syihabuddin juga ikut hadir dalam pertemuan sore itu.

Pembicaraan pada pertemuan tersebut sangat interaktif. Saya bahkan mulai dapat mengikuti dan menikmati isi pembicaraan. Pelan dan bertahap, ketidaknyamanan yang saya rasakan mulai terkikis dan tereliminasi. Saya saksama memperhatikan dialog itu. Sesekali saya mengambil HP, mencatat pembicaraan yang saya pandang penting.

Para tamu bermaksud memohon nasihat dari Habib Hasan, tentang masalah pengembangan bisnis untuk menopang jalannya lembaga pendidikan. Habib Hasan menyampaikan berbagai ilmu dan tip pengembangan bisnis. Setidaknya ada empat hal yang beliau sampaikan. Saya catat itu di chat WA.

Baca juga: Menjaga Wudu

Habib Hasan juga menekankan, bahwa tip tersebut tidak hanya berlaku untuk bisnis saja, tetapi juga berlaku untuk bidang pendidikan dan bidang lainnya. Itulah sebabnya, saya menyempatkan diri mencatatnya.

Pertama, sesuaikan dengan passion. Hendak bisnis apa? Pilihan yang tepat adalah yang sesuai dengan passion pelakunya. Saya lalu terpikir: demikian pula dalam pendidikan, bila hendak menetapkan diferensiasi keunggulan, semestinya juga harus sesuai dengan passion pelakunya. Siapa pelakunya? Kalau dalam pendidikan, sangat jelas: guru. Ups, atau subjek lainnya?

Kedua, harus ada PIC (person in charge). PIC ini yang bertanggung jawab atas bisnis itu. Dengan begitu, kita dapat berpikir yang lain untuk pengembangan, tanpa khawatir bisnis terhenti. Sebab sudah ada PIC. Tetapi PIC ini memang haruslah orang yang amanah.

Ketiga, harus ada think tank. Apa itu think tank? Ini semacam orang atau tim yang bertugas untuk kreativitas dan inovasi dalam bisnis. Tanpa ada kreativitas dan inovasi, bisnis kita akan ditinggalkan, seiring berkembangnya zaman. Maka keberadaan think tank ini sangat penting. Bila perlu, kita bayar orang untuk menjadi think tank, memikirkan bisnis kita.

Keempat, harus ada strong leader. Tetapi perlu hati-hati dalam memilih strong leader. Tidak boleh sembarangan. Ada syaratnya. Syarat yang paling mutlak: orangnya harus taat kepada Allah Swt.

Pukul 17.00 pertemuan diakhiri.

Masyaallah, alhamdulillah. Saya merasa beruntung di akhir pertemuan. Saya merasa mendapat berkah: bertambah kebaikan. Tidak hanya mendapatkan ilmu, saya juga memperoleh pengalaman yang luar biasa. Terima kasih, Pak Eko. Terima kasih, Habib Hasan. Semoga saya tidak hanya berhenti memahami ilmunya, tetapi sekaligus juga mengamalkannya. Insyaallah. (A1)

Bagikan:
2 thoughts on “Bersabar, Akhirnya Mendapat Berkah”
  1. Masyaallah, pertemuan yang sangat bermanfaat dan mendapatkan banyak ilmu.

  2. Masyaallah. Terima kasih, Pak Kambali, pembaca pun bisa turut mendapatkan ilmunya. Insyaallah.

Comments are closed.

Scan the code