Pelajaran Matematika tengah berlangsung. Bu Eva menjelaskan cara menyusun objek sesuai pola. Kali ini, Bu Eva menggunakan gambar di layar proyektor. Anak-anak sangat antusias. Materi ini cukup mudah bagi anak-anak. Terbukti, saat Bu Eva menanyai beberapa anak, mereka dapat menjawabnya dengan benar. Setelah dirasa cukup, Bu Eva membagikan lembar kerja untuk diselesaikan. Tak butuh waktu lama. Lima menit berselang, beberapa anak sudah mengantre untuk dinilai.

“Boleh membaca buku, Bu?” tanya Icha.

“Boleh, dong,” jawab Bu Wiwik.

Meski sering disampaikan, anak-anak selalu butuh konfirmasi dari gurunya.

“Yang sudah selesai (mengerjakan) dan dinilai, boleh membaca buku,” seru Bu Wiwik kepada murid-muridnya.

Beberapa anak menyerbu rak sudut baca. Mereka memilih buku yang disukai. Tampak Icha dan Alisha membaca satu buku untuk berdua. Buku itu berisi beberapa kisah keteladanan.

“Lihat Rama, lihat Bintang!” seru Bu Wiwik.

Anak-anak kompak merespons, “Astagfirullah!”

“Mas Rama, Mas Bintang, sekarang belum waktunya istirahat. Belum boleh main. Apalagi lari-lari di kelas. Silakan membaca buku saja,” komando Bu Wiwik.

Keduanya tersipu, lalu mengambil buku cerita. Lima menit berselang, bel istirahat kedua berbunyi. Anak-anak menyerbu meja Bu Wiwik. Mereka hendak mengambil daun ilmu.

Salma dan Nafiza mendekati rak sudut baca. Rupanya, mereka berdua hendak menata buku-buku yang kurang rapi.

“Masyaallah, Mbak Salma dan Mbak Nafiza rajin sekali. Terima kasih, ya,” puji Bu Wiwik.

“Sama-sama, Bu Wiwik,” jawab Salma.

Di beberapa sudut kelas lainnya, ada Rara, Kinan, Elora, Dea, Icha, dan Alisha yang masih asyik membaca buku favorit mereka. Meski sudah masuk waktu istirahat, keenam anak tersebut tetap bergeming. Mereka tak tergoda untuk bermain atau sekadar bercengkerama dengan teman-teman mereka. Bu Wiwik segera mengabadikan momen mengesankan itu menggunakan kamera ponselnya.

“Bu, istirahatnya berapa menit lagi?” tanya Salma.

Bu Wiwik memberi isyarat dengan menunjukkan kelima jari tangan kanannya. Salma segera berlari ke arah pintu.

“Lima menit lagi bel!” pekik Salma ke arah lapangan.

Rombongan murid-murid yang bermain di luar kelas berbondong-bondong masuk kelas. Mereka lantas memanfaatkan sisa waktu lima menit itu untuk makan, minum, atau sekadar mengistirahatkan tubuh.

Icha, Alisha, Rara, Dea, Kinan, dan Elora mengambil daun ilmu di meja Bu Wiwik. Setiap anak mengambil daun sesuai jumlah buku yang telah dibaca. Jika buku yang dibaca terdiri atas beberapa judul cerita, murid-murid mengambil daun sesuai jumlah judul cerita di buku tersebut.

“Bu, saya dan Alisha sudah membaca sampai ini,” lapor Icha.

“Satu, dua, tiga!” hitung Icha dan Alisha.

Keduanya menghitung judul cerita yang telah dibaca di daftar isi.

“Saya ambil empat daun, ya, Bu?” pinta Alisha.

“Kok, empat?” tanya Bu Wiwik.

“Iya, soalnya tadi (sebelum ini) sudah baca satu buku,” jawab Alisha.

Bu Wiwik mempersilakan.

Sembari menunggu antrean mengambil daun, Icha mengembalikan buku yang telah dibacanya bersama Alisha.

“Bu, ini kok kebalik nata-nya,” komentar Icha.

“Iya, ya. Harusnya bagaimana, Mbak Icha?” pancing Bu Wiwik.

“Harusnya, kan, yang ada labelnya ini di luar, Bu,” jelas Icha sembari merapikan buku-buku yang terbalik penataannya.

Dengan telaten dan teliti, Icha menata buku-buku itu dengan benar.

***

Bu Wiwik dan Bu Eva patut bersyukur. Murid-murid mereka masih istikamah membaca buku. Bisa dipastikan, setiap hari ada saja yang menjamah rak buku di sudut baca kelas. Tidak mengapa meski sedikit berantakan, manfaatnya lebih banyak. Bahkan, dengan keberantakan itu, ada Salma, Nafiza, Icha dan anak-anak lain yang belajar peduli. (A2)

Bagikan:
8 thoughts on “Sudut Baca Kelas”
  1. Anak-anak memanfaatkan waktu luang untuk membaca dan saling peduli terhadap sekitar.

  2. Ups, tiba-tiba saya jadi merasa malu. He-he, kali ini saya perlu belajar ke anak-anak: memanfaatkan waktu untuk baca buku. Sudahkah saya rutin membaca buku?

Comments are closed.

Scan the code