Untuk anak usia SD, mana yang sebaiknya diprioritaskan: hafalan Al-Qur’an, bacaan Al-Qur’an, pemahaman isi Al-Qur’an, pengamalan Al-Qur’an, atau …?
Suatu ketika sejumlah pimpinan sekolah dan pengurus yayasan studi banding ke sekolah lain. Di provinsi yang berbeda. Ditemukan fakta menarik dan mengagumkan: hafalan anak SD rata-rata sepuluh juz. Bahkan, ada yang mencapai delapan belas juz. Belakangan baru diketahui. Bacaannya kurang tartil.
Di tempat lain, ada seorang ayah mengaku tidak bisa membaca Al-Qur’an. Hafalan yang dipunyainya hanya beberapa surah pendek. Itu pun sedikit. Kurang dari total jari tangan yang dimilikinya. Maka, sejak punya anak ia bertekad sangat kuat. Anaknya harus bisa membaca Al-Qur’an. Berhasil. Lulus SMA, anaknya bisa membaca Al-Qur’an. Mengalahkan ayahnya. Saat kuliah, anaknya sembari bekerja. Menghidupi diri sendiri. Termasuk membiayai kuliahnya secara mandiri. Hingga kelewatan: anaknya merasa tidak butuh kepada orang tuanya. Ayahnya sering diabaikannya. Ayahnya mengeluh.
“Anakku bisa baca Al-Qur’an tetapi kenapa perilakunya bertentangan dengan Al-Qur’an?”
Beda lagi dengan pengalaman ibu ini. Bu Rina. Alumni SMA Islam Hidayatullah.
Hari itu Bu Rina datang bersama putranya, Ubay. Disambut oleh Kepala Sekolah, Bu Rina disilakan masuk ke ruang tamu.
Bu Rina hendak memasukkan anaknya ke SD Islam Hidayatullah 02. Di kelas 2. Dan hari itu, Ubay akan bertemu dengan Bu Wiwik untuk diobservasi.
Sebelum Bu Wiwik hadir, Kepala Sekolah sempat bertanya jawab dengan Ubay. Mulai dari aktivitas harian di rumah hingga capaian belajarnya.
“Mas Ubay sudah sampai apa hafalannya?”
“Hafalan apa?”
“Kalau hafalan Al-Qur’an, sudah dapat berapa juz?”
“Dua belas juz.”
Hah!
Keterkejutan Kepala Sekolah begitu tampak dari raut wajahnya. Anak ini sudah memiliki hafalan yang begitu banyak. Sangat mungkin anak ini memiliki potensi hafalan yang istimewa. Bila demikian halnya, alangkah sayangnya bila tidak ditempatkan di lingkungan yang tepat. SD Islam Hidayatullah 02 memang mempunyai standar mutu lulusan, yang salah satunya tentang menghafal Al-Qur’an, tetapi hanya satu juz saja. Atau kalau toh anak ini tidak memiliki potensi hafalan yang istimewa, setidak-tidaknya di sekolah sebelumnya anak ini telah mendapat pelayanan yang amat baik dalam hal hafalan Al-Qur’an. Bila begitu, alangkah kecewa orang tuanya ketika mendapatkan penurunan kualitas layanan hafalan Al-Qur’an di sekolah berikutnya.
“Maaf, Bu Rina, sepertinya Bu Rina perlu meninjau ulang keputusan Bu Rina untuk memasukkan Mas Ubay ke sekolah kami. Standar mutu lulusan sekolah kami hanya hafal satu juz, yakni juz 30.”
“Insyaallah saya sudah sangat yakin dan mantap di sini, Pak. Anak saya masih sering lupa hafalannya dan bacaannya juga masih belum tartil. Anak saya masih sangat butuh bimbingan.”
Fakta Bu Rina ini sangat menarik. Walau anaknya sudah pernah hafal dua belas juz, Bu Rina bersikukuh memasukkan anaknya di sekolah yang standar mutu lulusannya hanya hafal satu juz. Sekilas hal ini sulit terterima akal. Namun, bila kita kembali kepada pertanyaan pada awal tulisan ini, barangkali dapat dipahami logika Bu Rina.
Dalam kehidupan ini, setiap saat seseorang akan selalu dihadapkan beragam pilihan. Ia harus menetapkan satu pilihan yang hendak dilakukannya. Pilihan apa yang ia prioritaskan sangat bergantung pada pemahaman ilmunya, latar belakangnya, kepentingan dan kebutuhannya serta berbagai faktor terkait lainnya. (A1)
rumalaya order – shallaki order buy amitriptyline for sale
pyridostigmine 60 mg for sale – azathioprine sale imuran brand
diclofenac brand – order voltaren 50mg for sale aspirin ca
order colospa 135mg online cheap – arcoxia usa where to buy cilostazol without a prescription
order celebrex pills – celebrex 200mg price order indomethacin
probenecid uk – benemid 500 mg tablet tegretol 400mg us
buy generic besivance – carbocysteine cost order sildamax generic
order generic neurontin 600mg – buy neurontin 100mg pills azulfidine drug
cheap generic lasuna – how to get himcolin without a prescription oral himcolin