Saya meyakini setiap orang diberi kelebihan oleh Allah. Sekaligus setiap orang mempunyai kekurangan. Kelebihan seseorang dengan yang lain berbeda-beda. Terserah Sang Pemberi. Demikian pula kekurangan, satu orang dengan lainnya berbeda-beda. Dengan berbeda-beda seperti itulah terbentuk relasi saling membutuhkan antarorang.
“Pekan depan, gimana, Bu?” selidik saya.
“Saya manut Pak Kambali,” sahut Bu Wiwik.
“Saya butuh info perkembangan.”
Itu sepenggal pembicaraan Jumat (27/10/2023) sore dengan Bu Wiwik. Di ruang kelas 1. Tentang pembelajaran di SD Islam Hidayatullah 02. Dan hal-hal terkait lainnya. Diskusi saya hentikan, setelah saya melihat jam dinding. Sudah pukul 16.40.
Selepas diskusi, dalam perjalanan pulang, saya teringat istilah “lesson study”. Saya mengenal istilah ini sudah cukup lama. Sekitar tahun 2007. Saat saya ditugasi sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Di SMP Islam Hidayatullah. Waktu itu narasumber dari LPMP Jawa Tengah dihadirkan. Mengupas tentang lesson study. Bukan hanya terhenti pada teori, melainkan sekaligus praktik.
Lesson study melibatkan tiga komponen: guru model, observer, dan murid. Guru model adalah guru yang mengimplementasikan model pembelajaran. Sedangkan observer adalah rekan guru dalam komunitas belajar yang mengamati dan merefleksi pembelajaran. Adapun murid menjadi objek yang dicermati responsnya berdasarkan situasi pembelajaran yang dikembangkan guru.
Saya menganggap lesson study sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Baik untuk guru model maupun observer yang pada akhirnya didedikasikan untuk peningkatan kualitas belajar murid.
Mungkinkah yang kami lakukan termasuk kategori lesson study?
Sudah lebih dari dua pekan ini, Bu Amik saya beri tugas mengamati pembalajaran yang dilakukan Bu Wiwik. Setelah memandang cukup, Bu Wiwik saya minta untuk memberi kesempatan Bu Amik melaksanakan praktik pembelajaran. Ganti Bu Wiwik yang mengamati. Murid yang terlibat adalah kelas 1 (di pekan awal) dan kelas 2 (di pekan selanjutnya). Hampir setiap hari saya meminta laporan. Baik dari Bu Wiwik maupun dari Bu Amik. Saya bisa mengikuti perkembangannya walaupun tidak (baca: belum) sempat melihat langsung.
Bila itu dikatogerikan lesson study, baik Bu Wiwik maupun Bu Amik berkesempatan menjadi guru model sekaligus sebagai observer. Saat Bu Wiwik menjadi guru model, Bu Amik sebagai observer-nya. Sebaliknya, ketika Bu Amik menjadi guru model, Bu Wiwik berperan sebagai observer.
Sebelum Bu Amik, saya juga telah menugasi Bu Shoffa mengamati pembelajaran Bu Wiwik. Setelah dipandang cukup oleh Bu Wiwik, Bu Shoffa ganti melaksanakan pembelajaran dan Bu Wiwik mengamatinya. Awalnya di kelas 1. Kemudian berganti di kelas 2.
Bu Shoffa kebetulan sedang mengikuti program induksi. Mulai tahun 2021 LPI Hidayatullah menyelenggarakan program induksi. Program ini diperuntukkan bagi pengabdi baru. Salah satu kegiatan dalam program induksi yaitu pembimbingan, termasuk pembimbingan kompetensi teknis. Atas dasar inilah, Bu Shoffa saya tugasi mengamati Bu Wiwik. Agar keterampilan mengajar Bu Wiwik terinduksikan kepada Bu Shoffa. Lalu berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan Bu Shoffa. Dan akhirnya dapat meningkatkan kualitas belajar murid.
Kalau begitu, mana yang tepat: lesson study atau induksi?
Perjalanan pulang berakhir. Saya telah tiba di rumah. Namun saya belum berhasil mendapatkan jawaban yang tepat. Saya benar-benar bingung.
Ups, mengapa saya harus memikirkan itu? Mengapa pula sampai muncul pertanyaan itu di pikiran saya? Untuk apa pula saya harus bingung? Bukankah itu hanya kategorisasi?
Apa pun jawabannya, apa pun kategorinya, yang terpenting substansi kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Baik pembelajaran yang dilakukan oleh Bu Shoffa, Bu Amik, maupun Bu Wiwik. Itulah niat awal saya. Saya masih sangat yakin Allah akan mempermudahnya. Bukankah setiap amal bergantung pada niatnya? (A1)