Pembelajaran BAQ (Baca Al-Qur’an) kelas 1 terjadwal setelah tahfiz pagi, setiap hari. Secara psikologis dan fisiologis, pembelajaran pada pagi hari akan lebih efektif bila dibandingkan siang hari. Dimulai dengan apel pagi, murid-murid digiring untuk menyiapkan diri mengikuti kegiatan sekolah. Setelahnya, ada tahfiz sebagai “pemanasan” menuju panjangnya kegiatan hari itu. Apel dan tahfiz pagi menjadi duet aktivitas yang efektif untuk “menyadarkan” murid-murid akan rangkaian kegiatan belajar mereka hari itu.
“Siap, … gerak!” seru kapten Fathir.
Bu Eva mendampingi kapten. Ia masih harus sering mengingatkan murid-murid untuk fokus pada aba-aba Fathir. Dua lajur barisan memanjang di selasar kelas.
“Lencang depan, … gerak! Tegak, gerak!” lanjut Fathir.
Setelahnya, kapten memilih barisan yang lebih tertib untuk masuk kelas lebih dahulu.
Satu per satu barisan putri salim dengan bapak ibu guru yang berdiri berjajar di depan pintu. Barisan putra mengekor. Mereka lantas duduk di karpet.
Seusai doa, Ustaz Adhit memimpin tahfiz. Sebelumnya, ia menggugah semangat anak-anak dengan menanya kabar dan memberi motivasi.
“Bagaimana kabar Anak-Anak saleh/salihah pagi hari ini?”
“Alhamdulillah! Luar biasa! Tetap semangat! Allahu Akbar! Yes! Yes! Yes! Joss!”
Kegiatan tahfiz dilanjutkan.
Begitulah, dengan aktivitas yang tidak menguras energi dan pikiran, murid-murid memulai hari mereka. Dapat dipastikan, murid-murid berada dalam kondisi siap belajar.
Bel pertanda jam pertama dimulai berbunyi. Murid-murid disilakan mengambil buku mengaji dan botol minum mereka. Mereka lantas menuju ruang ngaji masing-masing. Ada yang di kelas, di ruang sebelah ruang TU, dan di musala.
Bu Wiwik berkesempatan mengajar BAQ di musala. Akbar, Vano, Gibran, Keenan, Elora, Inara, dan Icha telah bersiap. Tahapan pembelajaran dilaksanakan. Alokasi waktunya tak selalu sesuai pakem. Menyesuaikan kondisi. Pagi itu, Bu Wiwik membutuhkan waktu lebih lama untuk menambah hafalan Al-Fatihah ayat terakhir. Hingga tiba saatnya setiap anak membacakan halaman jilid sesuai capaian masing-masing.
Bu Wiwik sengaja memilih anak yang paling lancar untuk lebih dahulu membaca. Dengan maksud, memberi kesempatan kepada anak-anak lain turut belajar sembari menyimak. Dengan demikian, setidaknya setiap anak dapat menyimak sebanyak enam kali. Itu artinya mereka juga belajar membaca halaman tersebut enam kali.
Vano mendapat giliran terakhir membaca halaman 8. Meski telah menyimak beberapa kali, ia masih terbata dalam membaca halaman itu.
“Maaf, ya. Mas Vano harus mengulang halaman ini lagi, ya, karena belum lancar,” jelas Bu Wiwik, “Tetapi, hari ini Mas Vano hebat, lo. Sepanjang waktu mengaji Mas Vano tertib. Untuk itu, Bu Wiwik akan kasih bintang,” lanjutnya.
Bersyukur, Vano tidak berkecil hati. Ia berjanji akan belajar lagi di rumah.
***
Kapten kelas kembali memimpin doa pulang. Sebagian besar murid telah menghafal lantunan doa itu. Jumat ini merupakan pekan ketiga tahun ajaran baru. Murid-murid berdoa dengan khusyuk.
Seusai berdoa, Bu Wiwik mengajak murid-muridnya berefleksi.
“Teman-Teman, apa yang baik hari ini silakan diteruskan. Yang tidak baik …”
“Dilupakan!” jawab murid-murid serempak.
“PR hari ini masih sama seperti kemarin: salat lima waktu, mengisi jurnal, dan mengaji. Meski libur, salat dan mengajinya tidak boleh libur. O, iya, jangan lupa jurnalnya dikumpulkan hari Senin, ya!”
“Bu Wiwik, nanti bilang ke Mama, ya, soalnya saya takut lupa,” celetuk Rafa.
“Iya, Mas Rafa. Besok Bu Wiwik umumkan di grup (WhatsApp wali murid).”
“Mas Vano, nanti kalau belum dijemput, Mas Vano ngaji lagi sama Bu Wiwik, ya.”
Vano mengangguk.
Kegiatan hari itu ditutup dengan salam. Satu per satu murid-murid salim kepada Bu Wiwik dan Bu Eva. Lalu, mereka mengambil tas dan sepatu, kemudian keluar kelas.
“Mas Vano, buku ngajinya diambil, ya. Kita belajar sebentar saja.”
“Iya, Bu,” jawab Vano penuh semangat.
“Yuk, dibaca lagi halaman 8!” pinta Bu Wiwik.
Vano menunjuk baris demi baris huruf Arab pada halaman itu. Dari awal hingga akhir.
“Lha, ini, Vano lancar. Kok, tadi pagi tidak selancar ini?” tanya Bu Wiwik heran.
“Soalnya tadi, kan, banyak orang, Bu. Jadinya aku, eh, saya, enggak konsen,” jelas Vano.
“Oh, begitu?”
Rasa penasaran Bu Wiwik terjawab.
“Alhamdulillah, karena Mas Vano sudah lancar, maka bisa naik halaman 9.”
“Yeay!” seru Vano girang, “Makasih, Bu Wiwik,” lanjutnya.
“Sama-sama. Nanti di rumah belajar halaman 9, ya.”
“Oke, Bu Wiwik,” jawab Vano sembari memasukkan buku mengajinya ke dalam tasnya.
***
Apa yang dialami Vano sedikit menyentak Bu Wiwik. Rupanya, kesiapan psikis dan fisik yang dibangun pagi itu tak cukup membuat Vano berhasil. Ia, dengan gaya belajarnya butuh hal khusus yang tidak sama dengan teman-temannya. Ini baru Vano. Masih ada enam anak lain yang barangkali cara belajarnya berbeda. Itulah tugas Bu Wiwik: menemukan cara paling pas agar potensi murid-muridnya berkembang.
Salah satu tugas guru yaitu mengenali potensi anak. Setiap anak mempunyai kemampuan berbeda-beda. Maka dari itu guru harus mencari cara bagaimana seorang murid bisa menerima pembelajaran
Gaya belajar antara satu siswa dengan siswa yang lain berbeda. Oleh karena itu, baik siswa, orang tua, maupun guru, perlu memperhatikan gaya belajar anak sehingga kemampuan menangkap suatu materi pelajaran antara satu siswa dengan yang lain tidak bisa dipukul sama rata. Semngat untuk Vano