Senin (10/07/2023) pagi saya lihat notifikasi Telegram. Saya buka. Ternyata ada pesan di grup Klinik Kurikulum Merdeka. Tadinya saya berpikir Bu Wiwik yang mengirim pesan itu. Untuk konsultasi kepada Pak Teguh.

Ternyata saya salah. Pengirimnya: Bu Amik. Terkirim pukul 05.49. Isinya menarik sekali. Apanya yang menarik? Berikut kiriman beliau.

“…. Saya membaca dari awal rasanya seperti mengikuti pelatihan KM yang dilaksanakan berbulan-bulan tetapi harus diikuti dalam waktu seminggu. Tetapi bismillah sinau kepada ahlinya, semoga Allah memampukan otak saya bisa menangkap, menampung dan menyimpan informasi-informasi penting ini.”

Membaca pesan itu, saya merenungkan beberapa hal.

Pertama, Bu Amik telah membaca dari awal. Ya, memang di grup Telegram, anggota baru dapat membaca percakapan sejak pembuatan grup. Grup itu dibuat pada awal Juni 2022. Percakapan dalam grup tersebut memang sangat esensial. Dan percakapan berakhir pada 17 November 2022. Setelah itu, terhenti. Cenderung (akan) mati. Saya bisa memahami hal itu. Sangat paham. 

Bahwa Bu Amik telah membaca dari awal, itu sangat membuat saya yakin. Yakin: andaipun sekadar pasif, Bu Amik tetap dapat merasakan kemanfaatan berada dalam grup tersebut. 

Saya pun termasuk anggota pasif. Namun, saya merasa mendapat banyak kemanfaatan dalam grup itu. Saya banyak mendapatkan pencerahan dalam bidang pendidikan. Semacam ada perspektif baru. Lebih terterima secara nalar. Sekaligus lebih kontekstual.

Di bagian awal percakapan, ada pertanyaan pemantik, “Kurikulum Merdeka: sebenarnya siapa yg hendak dimerdekakan dan merdeka dari apa?” Bagi saya, pertanyaan ini sangat mendasar sekali. Belum lagi tentang bagaimana semestinya kita memandang proses pendidikan. Saya meyakini, itu betul-betul jadi penentu pelaksanaan proses pembelajaran bermakna. Tidak hanya untuk murid tapi juga untuk guru, termasuk saya.

Kedua, saya menggarisbawahi “bismillah sinau ….” Saya tentu sadar: usia saya lebih muda daripada Bu Amik. Namun, saya mengakui, semangat belajar Bu Amik mengalahkan saya. Itu menginspirasi dan menambah motivasi saya untuk terus bersemangat. Bukankah seorang muslim haruslah demikian: belajar sepanjang hayat?

Bukan hanya tentang sinau melainkan juga tentang bismillah. Ini pengingat bagi saya: niat. Tiba-tiba saya teringat buku Pak Quraish, Tafsir Al-Mishbāh volume 1. Dulu, saya pernah membaca buku itu. Saya terkesan ketika beliau mengulas tentang bismillah. Kesan saya, bismillah itu salah satu wujud bahwa kita berserah diri. Berserah dirinya pun kepada Allah. Yang Raḥmān lagi Raḥīm. Saya punya buku itu. Muncul tantangan untuk memvalidasi kesan saya sebelumnya. Maklum, sudah lama berselang. Saya harus membukanya lagi. Langsung mencari ayat 1 Al-Fātiḥah. Saya baca lagi. Dapat.

“Pengucapnya ketika itu (seharusnya) sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Dengan demikian, ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya, tetapi dalam saat yang sama pula (setelah menghayati arti  Basmalah ini), ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya kepada Allah dan memohon bantuan Yang Maha Kuasa itu.”

Saya bersyukur, kesan saya tidak keliru. Hanya saja, ini sekaligus menyindir diri saya sendiri. Mestinya tak boleh terhenti di kesan. Seharusnya saya terus menguatkan proses internalisasi. Sehingga dalam setiap tindakan, saya selalu berserah diri kepada Allah. Semoga.

Saat membaca tafsir ayat 1 Al-Fātiḥah,  saya juga mendapatkan ini.

“Apabila seseorang memulai suatu pekerjaan dengan nama Allah atau atas nama-Nya, maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik, atau paling tidak, pengucapnya akan terhindar dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi, sehingga apa yang dilakukannya tidak akan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, bahkan akan membawa manfaat bagi diri pengucapnya, masyarakat, lingkungan serta kemanusiaan seluruhnya.”

Membaca itu, saya menjadi yakin, Allah akan mempermudah Bu Amik dalam belajarnya. Bahkan, saya yakin, sekaligus memberi kemanfaatan bagi Bu Amik dan lingkungannya.

Alhamdulillah, semoga semangat belajar Bu Amik yang didasari dengan niat yang pas dapat menular di lingkungan sekitar beliau. Termasuk kepada saya. Amin. (A1)

Tahfiz pagi anak-anak kelas 2 bersama Bu Layla, Bu Amik, Pak Aruf, dan Bu Shoffa
Bagikan:
231 thoughts on “Bismillah”

Comments are closed.

Scan the code