Pekan-pekan awal tahun ajaran baru di kelas 1 merupakan masa penyesuaian. Bagi guru. Bagi murid. Tidak mudah bagi keduanya. Bisa dibayangkan, 20 orang lebih berada dalam satu ruangan. Masing-masing memiliki latar belakang, visi, dan misi yang belum tentu sama.
Hari pertama MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), diisi dengan kegiatan pengenalan lingkungan intrakelas. Mengenal guru, antarmurid, dan setiap sudut ruang kelas. Kegiatan didesain untuk memberikan kesan positif kepada siswa. Meski telah direncanakan dan diperhitungkan, realisasinya tidak sesuai rencana. Ada kegiatan yang mesti ditunda demi menuntaskan kegiatan lain yang lebih mendesak.
Seperti hari ini. Selasa, 18/07/2023. Simulasi menata isi tas dan kepulangan murid belum sempat terlaksana. Bu Wiwik dan Bu Eva lebih memilih menuntaskan dulu simulasi masuk kelas dan mengeluarkan isi tas. Selain itu, ternyata ada hal-hal kecil yang harus pula dibiasakan kepada murid-murid dan tidak tercantum dalam rundown kegiatan.
“Teman-Teman, setiap kali meninggalkan meja kursi, minta tolong kursinya ditutup, ya. Caranya dengan mendorong kursi ke kolong meja. Tidak perlu diangkat, karena kursinya berat,” jelas Bu Wiwik.
“Ada yang tahu, mengapa kursinya sebaiknya ditutup?”
“Supaya tidak kesandung, Bu,” jawab Gibran spontan.
“Betul sekali, Mas Gibran. Teman-Teman setuju?”
“Setujuuu!” seru murid-murid.
“Alhamdulillah. Jika ada yang masih lupa, teman yang lain boleh mengingatkan. Baik , sekarang anak-anak boleh istirahat dulu. Jangan lupa tutup kursinya, ya.”
“Boleh makan, Bu?” tanya Vano.
“Boleh. Setelah makan juga boleh main di luar,” jawab Bu Wiwik.
“Yeay!” seru murid-murid.
Ini juga menjadi “PR” berikutnya bagi kami (guru-guru kelas 1). Menjelaskan apa itu istirahat, kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan dan urutan prioritasnya, serta aturan-aturan di dalamnya.
“Bu Wiwik, aku sudah kenyang. Aku boleh main di luar?” tanya Rafa.
“Mas Rafa, sebaiknya menggunakan kata ‘saya’, ya,” respons Bu Wiwik.
“Iya, maaf. Bu Wiwik, saya sudah kenyang. Saya boleh main di luar?” ulang Rafa.
“Boleh. Silakan, Mas Rafa. Jangan lupa tutup kursinya.”
Rafa segera menata kembali tempat bekalnya ke dalam laci bawah. Murid-murid lain yang mendengar percakapan tersebut tampak mempercepat makan mereka. Mereka pun sepertinya hendak bermain di luar kelas.
Inara meninggalkan mejanya. Ia mengambil sandal, lalu keluar kelas. Elora hendak menyusul Inara. Elora bangkit dari kursinya dan tak lupa menutup kursi itu. Elora melirik kursi Inara. Rupanya teman baiknya itu lupa untuk menutup kursinya. Tanpa berkata apa pun Elora segera mendorong kursi Inara ke kolong meja.
Meja kursi Bu Wiwik tepat berada di depan kursi Inaraa dan Elora. Ia menyaksikan dengan jelas apa yang terjadi. Bu Wiwik tersenyum melihat apa yang dilakukan Elora.
Tak hanya Elora, Alisha juga peka melihat kejadian di dekatnya. Di hari yang sama, Alisha melihat Dea belum menutup kursinya. Alisha tak segan mengingatkan Dea. Yang diingatkan pun tak keberatan. Dea segera memperbaiki kealpaannya.
Belum genap sehari pembiasaan itu diterapkan, Elora dan Alisha telah berhasil menginternalisasi. Bukan hanya untuk diri mereka sendiri, pengetahuan dan kebiasaan baru itu juga mereka modifikasi dengan apik dalam bingkai kepedulian. Meski tak bersayap, Elora dan Alisha layak disebut sebagai malaikat-malaikat kecil.
Mengingatkan dalam kebaikan kepada sesama teman adalah merupakan salah satu ciri orang beriman. Semoga Elora dapat menjadi contoh untuk teman-teman lainnya.
MasyaAllah, Semoga Elora dan Alisya bisa menjadi teladan yang baik bagi murid-murid lainnya. Semoga istikamah ya!
Masyaallah