Suara riuh anak-anak mulai memenuhi ruang kelas. Awalnya hanya 12 anak yang berada di dalam kelas. Empat belas yang lain masih mengikuti pelajaran Baca Al-Qur’an (BAQ). Usai belajar mengaji, 14 anak itu kembali ke kelas. Kini jumlah mereka menjadi 26. Ada seorang murid yang tidak hadir. Dia sedang sakit.
Sejak awal Mei, jam pelajaran BAQ tidak dijadwalkan bareng untuk semua kelompok. Semula semua murid satu kelas—yang dibagi menjadi tiga kelompok BAQ—mengaji pada jam yang sama, setelah doa dan tahfiz pagi (07.15—08.15).
Setelah perubahan jadwal itu, pada jam yang sama ada kelompok yang belajar mengaji dan ada yang belajar mata pelajaran lain. Kelompok yang terjadwalkan mengaji (BAQ) melangsungkan pembelajaran bersama ustaz/ustazah di ruang lain. Sisanya tetap tinggal di kelas, belajar bersama guru kelas.
***
Jumat (19/05/2023) pagi ini, dua kelompok murid belajar BAQ pada jam pertama (07.15—08.15). Masing-masing diasuh oleh Ustaz Adhit dan Ustazah Nurul. Satu kelompok yang lain belajar Bahasa Indonesia di kelas. Mereka baru akan mengaji Bersama Ustazah Layla setelah jam istirahat dan salat Duha.
Pukul 08.15 bel berbunyi, tanda pergantian pelajaran. Empat belas anak sudah selesai mengaji. Mereka kembali masuk ke kelas satu per satu, saling menyapa, bercerita, atau bertanya.
“Bu Eva, ini istirahat?” tanya Sabrina ketika menghampiri Bu Eva di mejanya.
Pertanyaan serupa sering diajukan anak-anak seusai pelajaran BAQ pada jam pertama.
“Belum. Belajar Al-Qur’an/Hadis dulu sama Ustazah Layla, ya. Setelah itu baru istirahat.”
Valda menyusul menghampiri Bu Eva. Bukan perihal istirahat yang jadi keperluannya. Ada rutinitas khusus yang selalu dilakukan Valda.
“Bu Eva, tinggal tujuh halaman lagi aku naik jilid,” lapornya.
Ekspresi kegembiraan tak tersembunyi dari raut mukanya.
“Wah, … alhamdulillah. Selamat, ya, Mbak Valda. Semangat terus, ngaji-nya. Sebentar lagi naik jilid, ya?”
“Iya,” sahutnya sambil tersenyum, lalu beranjak menuju lokernya.
Begitulah Valda. Ia rutin melaporkan progres mengajinya, kepada Bu Eva maupun Bu Wiwik yang berada di kelas. Dia selalu senang setiap selesai mengaji. Tak perlu menunggu naik jilid. Naik halaman saja sudah cukup membuatnya senang dan bangga akan pencapaiannya sendiri.
Kegembiraan Valda makin kentara demi menyaksikan respons positif dari guru-gurunya. Bu Eva sekadar mengucap tahniah simpel ditambah senyum simpul. Apresiasi sederhana ini sudah cukup ampuh untuk membesarkan hati Valda.
Respons positif Bu Eva semata-mata menghargai usaha anak-anak ketika menjalani proses, bukan untuk memupuk sifat ria dan takabur. Bu Eva meyakini, bila anak-anak merasa didengarkan, diakui, dan dihargai, mereka akan semakin bersemangat dan berhasrat untuk berusaha lebih baik. Hasil akhir adalah bonus belaka.