Acara bersama Pak Teguh berakhir. Ustazah Layla bersegera keluar ruangan. Di dalam ruangan tersisa empat orang: saya, Bu Wiwik, Bu Ambar, dan Bu Afiifah. Kami asyik mengobrol. Saya lirik jam. Pukul 09.45. Beberapa saat kemudian, seseorang muncul di depan pintu

Al-salāmu`alaikum,” sapanya.

Wa`alaikum al-salām,” jawab kami hampir serempak.

Saya perhatikan orang yang di depan pintu itu. Asing. Apalagi sebagian wajahnya tertutup masker. Saya perkirakan orang tua/wali atau tamu lainnya. Kemudian saya menunggu respons teman-teman yang di dalam. Setelah yakin tidak ada yang beranjak, saya segera mendekat pintu. 

Belum sempat saya memulai percakapan, orang itu mendahului bertanya.

“Orang UNNES, ya?”

“Ya, saya alumni UNNES.”

“Saya tidak asing dengan wajah Bapak, tetapi saya lupa nama Bapak.”

“Nama saya, Kambali. Panjenengan juga alumni UNNES?”

“Ya, saya angkatan 2001. Saya Herman.”

“Bagaimana kalau pembicaraan ini kita lanjutkan di ruang TU?” saya berkata demikian, sembari mempersilakan orang itu masuk ke ruang TU.

Pak Herman masuk ruang TU dan duduk di kursi yang menghadap ke timur. Lalu beliau membuka masker. Cukup jelas saya melihat wajah Pak Herman. Sekilas saya merasa tidak asing dengan wajah tersebut.

Ternyata Pak Herman satu jurusan dengan saya. Sama-sama jurusan Pendidikan Matematika (sekarang: jurusan Matematika). Beda prodi dan beda angkatan. Saya prodi Matematika, beliau prodi Pendidikan Matematika. Saya angkatan 1999. Dua tahun lebih tua dari Pak Herman.

Ada yang saya bisa bantu, Pak Herman?”

“Saya bermaksud minta informasi tentang sekolah ini. Kebetulan anak saya saat ini kelas TK B. Tahun depan masuk SD.”

Saya bersyukur sekali mendapat kesempatan menyampaikan info tentang Sekolah. Secara langsung—tidak sekadar melalui chat WA atau telepon, yang cenderung potensial menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karenanya, penjelasan saya cukup panjang. Kebetulan Pak Herman juga cukup antusias memberi umpan balik. Percakapan terus berlanjut dengan hangat. Ditambah lagi, merasa pernah menjadi satu bagian di UNNES.

Saat ini Pak Herman berdinas di Brimob, Banyumanik. Mengawali kariernya sebagai bintara, sekarang belaiu sudah menjadi perwira polisi. Ayahnya adalah tamtama polisi. Ayahnya sangat bangga: anaknya bisa mencapai perwira.  

Percakapan dengan Pak Herman akhirnya terhenti. Tristan—anak Pak Herman yang dari tadi bermain dan menikmati ruangan—minta pulang. Sebetulnya sejak Pak Herman meminta informasi tentang Sekolah, saya sudah mulai penasaran. Mengapa Pak Herman mencari informasinya ke SD Islam Hidayatullah 02? Bukankah lebih wajar bila Pak Herman mencari informasi ke SD Islam Hidayatullah—tanpa tambahan 02 di belakangnya? Sebelum Pak Herman pamit, saya sempatkan menanyakan hal itu.

“Tadi saya njujug SD Islam Hidayatullah, tetapi sepi, tidak ada orang. Katanya sedang ada rapat, lalu satpam mengarahkan saya ke sini.”

Masyaallah. Begitu indahnya rencana Allah. Hanya dengan acara rapat, Allah pertemukan Pak Herman dengan saya, sesama alumni UNNES. Tanpa perencanaan sedikit pun dari saya atau Pak Herman. (A1)

Bagikan:
Scan the code